Sabtu, 04 November 2017

Tugas Etika Profesi II

1.     Penjelasan Etika



      Secara etimologi etika berasal dari bahasa yunani kuno yaitu ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak, kebiasaan, adat, dan juga tempat yang baik. Sedangkan Ethikos memiliki arti susila, adab, atau perbuatan yang baik. Kata “etika” dibedakan dengan kata “etik” dan “etiket”. Kata etik berarti kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Adapun kata etiket berarti tata cara atau adat, sopan santun dan lain sebagainya dalam masyarakat beradaban dalam memelihara hubungan baik sesama manusia.
       Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)  yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000) etika memiliki beberapa arti sebagai berikut:
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
         Sedangkan menurut pandangan saya pribadi etika digambarkan sebagai suatu tindakan atau perbuatan yang didalamnya terdapat nilai baik atau buruk dipandang dari segi norma-norma hukum yang berlaku di masyarakat.

2.    Hubungan antara Moral dan Etika
       Etika dan Moral pada dasarnya dua hal yang berbeda. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat pada sekelompok manusia. Selain itu Ajaran moral mengajarkan bagaimana orang harus hidup. Ajaran moral juga dipandang sebagai rumusan sistematik terhadap anggapan tentang apa yang bernilai serta kewajiban manusia. Sedangkan Etika Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif (tidak sekadar melaporkan pandangan moral melainkan menyelidiki bagaimana pandangan moral yang sebenarnya)

3.    Tujuan Pokok dan Rumusan Etika yang Dituangkan dalam Kode Etik (Code of Conduct) Profesi
   Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Fungsi tersebut sama seperti apa yang dikemukakan Gibson dan Michel yang menyebutkan bahwa kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang professional.
Sedangkan Biggs dan Blocher kode etik memiliki  tiga fungsi  yaitu : 
1.    Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah.
2.    Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi.
3.    Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.

    Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kode etik memiliki 3 fungsi pokok sebagai berikut :
1.   Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
2.   Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyaraka tagar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana dilapangan kerja(kalanggan social).
3.  Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi   profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi dilain instansi atau perusahaan.

   Sony Keraf dalam buku Pustaka Filsafat Etika Bisnis menyebutkan bahwa kode etik memiliki dua tujuan pokok, yaitu:
1.  Kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalai ntah disengaja ataupun tidak dari kaum profesional.  Kode etik menjamin bahwa masyarakat yang telah mempercayakan diri, hidup, barang milik, atau perkaranya kepada orang yang profesional tidak akan dirugikan.
2.  Kode etik bertujuan untuk melindungi keluhuran profesi dari perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya profesional. Dengan kode etik ini, setiap orang yang punya profesi tersebut bisa dipantau sejauh mana keprofesionalitasan dibidangnya, tidak hanya dengan keahliannya melainkan juga terhadap komitmen moralnya. 



Referensi :

Haris, Abdul. 2007. Pengantar Etika Islam. Al-Afkar : Sidoarjo
Inirumahpintar. Pengertian dan Tujuan Kode Etik Profesi . Diakses dari http://www.inirumahpintar.com/2016/09/pengertian-dan-tujuan-kode-etik-profesi.html pada tanggal 11 November 2017 Pukul 20.45 WIB.
Novita, Dessy Angelina. Kode Etik Profesi. STIE YAI : Jakarta



    

Rabu, 11 Oktober 2017

PERATURAN DAN REGULASI (Prosedur Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual)

1.                                       Pendahuluan
Plagiarisme atau yang sering dikenal dengan plagiat merupakan salah satu tindakan yang sering dipermasalahkan dan dikecem keberadaannya. Telebih di era yang semakin maju ini pihak tertentu dengan mudah melakukan plagiasi terhadap karya orang lain dalam bentuk produk bajakan, baik itu lagu, karya seni, produk industri, atau bahkan tulisan. Banyak dari pelaku plagiarisme melakukan hal tersebut sebagai upaya memperkaya diri sendiri namun dengan cara memplagiat karya pihak tertentu. Hal ini jika dibiarkan terus-menerus tentunya akan sangat merugikan bagi pihak yang telah melalui proses panjang untuk menghasilkan suatu karya. Oleh karena itu diperlukan perhatian khusus terhadap masalah tersebut dan salah satunya adalah dengan cara mendaftakan Hak Kekayaan Intelekual pencipta.
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) muncul karena adanya kemampuan berpikir. Hasil dari daya cipta tersebut dimiliki secara khusus (eksklusif) yang dijelmakan dalam bentuk ciptaan atau invensi. Selanjutnya, HKI tersebut memiliki nilai ekonomis apabila ciptaan atau invensi tersebut dipergunakan atau dimanfaatkan. Nilai ekonomis ini adalah hak bagi pemilik HKI. Hak ekonomi (economic right) adalah  hak untuk memperoleh keuntungan ekonomis atas kekayaan intelektual. Jadi, dari hak ekonomi tersebut akan diperoleh keuntungan sejumlah uang dari penggunaan sendiri atau karena penggunaan melalui lisensi oleh orang lain. Disamping hak ekonomi ada pula hak moral (moral right). Hak moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi pencipta atau investor. Hak moral ini tidak dapat dipisahkan dari pencipta atau investornya meskipun HKI nya dialihkan pada orang lain.[1]
Hak cipta merupakan salah satu bagian dari Hak Kekayaan Intelektual. Hak Cipta diatur dalam Pasal 28H ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.” Berdasarkan ketentuan tersebut makan suatu hak dari karya seseorang tidak dapat disebarluaskan tanpa sepengetahuan pemilik haknya. Ketentuan ini dipertegas dengan ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yakni : “Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu Ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Ciptaan haruslah memenuhi standar minimum agar berhak mendapatkan Hak Cipta. Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan Hak Cipta, yang terbagi menjadi dua macam stelsel, yaitu (Taryana Sunandar, 1994: 7) :
1.      Stelsel deklaratif, adalah stelsel yang menganggap bahwa Hak Cipta sebagai sesuatu hak yang lahir dengan sendirinya secara alamiah bersamaan dengan lahirnya Ciptaan itu dalam bentuk nyata, adanya hak tidak diperlukan suatu formalitas.
2.      Stelsel konstitutif, adalah stelsel yang menganggap bahwa Hak Cipta sebagai sesuatu yang tidak dengan sendirinya lahir bersamaan dengan Ciptaan, melainkan memerlukan formalitas pendaftaran.
Indonesia sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta pada dasarnya menganut stelsel deklaratif, Hak Cipta diperoleh Pencipta secara otomatis (automatic protection) ketika suatu Ciptaan tersebut dilahirkan dalam suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya itu, sehingga dapat dilihat, dibaca, didengar atau dirasakan, seperti yang tertuang pada ketentuan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 12 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.

2.                      Prosedur Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenhumkan merupakan lembaga pemerintah yang berperan dalam pengurusan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Dalam proses pengajuan HKI terdapat prosedur-prosedur yang harus dilakukan oleh pemohon dengan syarat tertentu yang harus dipenuhi. DJKI sendiri membagi HKI menjadi beberapa jenis seperti Hak Cipta, Paten, dan Merek, dan Desain Industri. Setiap jenis HKI memiliki prosedur dan persyaratan yang berbeda-beda dalam pengajuan pemohonan Hak Kekayaan Intelektual. Berikut ini merupakan penjelasan prosedur dari setiap jenis Hak Kekayaan Intelektual.                                                         A.            Hak Cipta
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prosedur pengjuan permohonan Hak cipta sepeti dikutip dari situs Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual dijelasakan melalui diagram alir dibawah ini.
 
 
B.     Paten

Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Prosedur pengajuan permohonan dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini.

  

 

C.              Merek
    Merek adalah suatu "tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Diagram alir dibawah ini menunjukkan prosedur pengajuan permohonan  Kekayaan Intelektual jenis Merek.
D.           Desain Industri
    Desain Industri (DI) adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. Berikut ini merupakan prosedur permohonan Kekayaan Intelektual jenis Desain Industri seperti dikutip dari situs DJKI.
1.      Permohonan pendaftaran Desain Industri diajukan dengan cara mengisi formulir yang disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 3 (tiga).
2.      Pemohon wajib melampirkan:
    1. tanggal, bulan, dan tahun surat Permohonan;
    2. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pendesain;
    3. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pemohon;
    4. nama dan alamat lengkap Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa; dan
    5. nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali, dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
3.      Permohonan ditandatangani oleh Pemohon atau Kuasanya serta dilampiri dengan:
    1. contoh fisik atau gambar atau foto dan uraian dari Desain Industri yang dimohonkan pendaftarannya (untuk mempermudah proses pengumuman permohonan, sebaiknya bentuk gambar atau foto tersebut dapat di-scan, atau dalam bentuk disket atau floppy disk dengan program sesuai);
    2. surat kuasa khusus, dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa;
    3. surat pernyataan bahwa Desain Industri yang dimohonkan pendaftarannya adalah milik Pemohon atau milik Pendesain.
4.      Dalam hal Permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu Pemohon, Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu Pemohon dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon lain.
5.      Dalam hal Permohonan diajukan oleh bukan Pendesain, Permohonan harus disertai pernyataan yang dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa Pemohon berhak atas Desain Industri yang bersangkutan.

6.      Membayar biaya permohonan sebesar Rp 300.000,00 untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta Rp 600.000,00 untuk non-UKM untuk setiap permohonan.



Referensi :
Dewi, Chandra Puspitasari. Tanpa Tahun. Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual
  Diakses dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/PENDAFTARAN%20HKI-MAKALAH%20PPM%20Imogiri_0.pdf pada tanggal 10 Agustus 2017 Pukul 20.00 WIB
Dirjen Kekayaan Intelektual. Tanpa Tahun. Layanan Kekayaan Intelektual. Diakses dari laman.dgip.go.id pada tanggal 10 Agustus 2017 Pukul 20.30 WIB.

Rabu, 03 Mei 2017

Perencanaan dan Pengendalian Operasi

            1.                  Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Perencanaan dapat diartikan sebagai kegiatan memilih dan menentukan tujuan dan kebijakan perusahaan, program, dan prosedur kerja yang akan dilakukan. Sistem pengendalian adalah suatu kegiatan pemeriksaan atas kegiatan yang telah dan sedang dilakukan, agar kegiatan tersebut dapat sesuai dengan apa yang diharapkan atau yang direncanakan. Perencanaan dan pengendalian produksi mempunyai peranan yang sentral dalam peningkatan produktifitas karena melalui perencanaan dan pengendalian produksi yang baik, akan dicapai penghematan dalam biaya bahan, pemanfaatan sumberdaya baik fasilitas produksi maupun mesin, tenaga kerja atau waktu yang optimal yaitu tidak boros atau tidak idle. (Bedworth, 1987)
Tujuannya adalah untuk memanfaatkan secara efektif sumber daya yang terbatas dalam memproduksi barang atau jasa sehingga dapat memuaskan permintaan pembeli atau pengguna, dan menghasilkan keuntungan bagi investor. Kendala dalam perencanaan dan pengendalian produksi adalah ketersediaan sumber daya, jadwal atau waktu pengiriman produk dan kebijakan manajemen. Fungsi perencanaan dan pengendalian produksi adalah agar dapat menentukan prakiraan permintaan atau penjualan untuk periode yang akan datang, perencanaan produksi, penjadwalan produksi dan pengendalian persediaan.

            2.                  Proses Produksi Pasta Gigi
            2.1.            Persiapan Bahan
Bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan pasta adalah sebagai berikut:
1.      Bahan polishing ( penggosok), merupakan salah satu bahan terpenting untuk menghilangkan partikel-partikel sisa makanan yang menempel pada gigi. Bahan yang sering digunakan diantaranya alumunium hydroksida trihidrate .
                                           

                                        Gambar 1. Alumunium Hydroksida Trihidrate
2.      Foaming Agent ( pembusa ), berfungsi untuk membantu aksi bahan polishig dengan membasahi gigi dan partikel makanan yang tertinggal pada gigi dan juga berfungsi mengemulsikan lendir dimulut. Bahan pembusa yang digunakan SLS ( sodium lauryl sulfonate ) dengan nama dagang texapon, emal dll.

  
                                            Gambar 2. Foaming Agent

3.      Bahan moistener ( pelembab ), berfungsi untuk mencegah pengeringan dan pengerasan pada pasta gigi. Bahan yang sering digunakan diantaranya Gliserin , Propylene glikol dll.
4.      Bahan pengikat, berfungsi untuk mencegah terjadinya pemisahan bahan pada pasta gigi. Bahan yang digunakan diantaranya sodium alginat.
5.      Bahan pemanis, berfungsi untuk menberikan rasa manis pada pasta gigi. Bahan yang digunakan diantaranya sakarin.
  
        
                                                 Gambar 3. Sakarin

6.      Bahan pemberi rasa, berfungsi untuk memberikan aroma dan rasa pada pasta dan menghindari rasa eneg atau mual. Disamping itu juga untuk menambah kesegaran pasta gigi. Bahan yang digunakan minyak peppermint.
7.      Bahan pengawet, berfungsi untuk menjaga struktur fisik, kimiawi dan biologi pasta gigi. Bahan ini haruslah tidak bersifat toksik. Bahan pengawet yang digunakan sodium benzoat.
8.      Bahan flouride, merupakan salah satu zat yang berfungsi untuk pertumbuhan dan kesehatan gigi, melapisi struktur gigi dan ketahanannya terhadap proses pambusukan serta pemicu mineralisasi. flournya memberikan efek deterjen dan unsur kimianya mengeraskan lapisan email gigi. Flouride yang banyak digunakan adalah salah satunya sodium monofluoro phosphate (Na2PO3F )..
  
                Gambar 4. Sodium monofluoro phosphate

2.2.                        Diagram Alur Proses Produksi Pasta Gigi
Berikut ini merupakan diagram alir (flowchart) produksi pasta gigi.
    

                  Gambar 5. Diagram Alur Produksi Pasta Gigi

            2.3.            Proses Produksi Pasta Gigi
Proses produksi pasta gigi pada umumnya dibagi menjadi dua bagian yaitu proses mixing (pencampuran) dan filling (pengisian)
             2.3.1.      Proses Mixing
Proses ini dibedakan menjadi dua yaitu proses mixing 1 dan proses mixing 2. Pada proses mixing 1, foaming dan thickening agent diaduk terlebih dahulu kemudian dihisap ke mixing tank 2. Sodium monofluoro phosphate, alumunium hydroksida trihidrate dimasukkan kedalam hopper kemudian dihisap ke mixing tank 2 untuk dilakukan pengadukan. Pada mixing tank 1 hanya terdapat 1 mixer saja, sedangkan pada mixing tank 2 terdapat 2 mixer yang berfungsi untuk menghancurkan gumpalan yang terjadi pada pasta dan meratakan. Kemudian, pasta dipompa ke tandon.
   

                                 Gambar 6. Proses Mixing

2.3.2.      Proses Filling
Setelah pasta dimasukkan ke tandon, pasta tersebut dipompa dengan pompa trilobe ke dalam mesin pengisian. Didalam mesin pengisian, pasta masuk ke dalam hopper kemudian dihisap oleh piston lalu didorong untuk dimasukkan ke dalam tube. Pada saat piston mendorong pasta, tekanan yang terjadi dengan menggunakan motor sebesar 0,5 hp adalah sebagai berikut :
T = 63000 . 0,5 hp/30 rpm = 1050 lb in = 118,63 N.m
F  =   T/r = 118,63 / 0,063 = 1883,016 N
P     = F/A = 1883,016/(0,25p.0,052) = 959012,109 N/m2








Setelah itu dilakukan pelipatan tube yang disertai pemberian nomor batch. Selanjutnya, pasta turun ke conveyor dan dipacking oleh operator yang berada di sekitar conveyor itu untuk dimasukkan ke dalam kardus.

                                             Gambar 7. Proses Filling


             2.4.            Analisis dan Hasil Percobaan Pengukuran Berat Pasta dan Lipatan Tube
Berikut ini merupakan analisis dan hasil percobaan mengenai pengukuran berat pasta yang sebelumnya telah dilakukan oleh Gan shu san dan Susanto Widjojo.
2.4.1.      Data Hasil Percobaan Gan Shu San dan Susanto Widjojo
Dalam percobaan ini dilakukan pengukuran terhadap berat pasta gigi yang dihasilkan dan jumlah lipatan yang sesuai atau tidak cacat dari 50 sampel uji tiap perlakuan. Pengumpulan data untuk berat pasta dilakukan berdasarkan rancangan percobaan 33 sedangkan untuk lipat-an berdasarkan pada rancangan percobaan 32.

Tabel 1. Hasil Percobaan untuk Berat Pasta













                          Tabel 2. Hasil Percobaan untuk Lipatan Tube


  
 2.4.2.      Analisa Untuk Berat
Dengan menggunakan Anova maka di-peroleh hasil bahwa faktor tekanan dan faktor waktu pengadukan mempengaruhi hasil percobaan, sedangkan faktor kecepatan pengadukan tidak mempengaruhi. Untuk menentukan hasil pasta yang optimum maka digunakan persamaan regresi :
Y = 130 + 0,737 A + 2,34 C + 0,181 A2 - 0,138 C2 - 0,374 A C
dimana A adalah besar nilai coding dari faktor tekanan, sedangkan C adalah besar nilai coding dari faktor waktu pengadukan.
Hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan regresi diatas menunjukkan bahwa kondisi optimum terjadi pada nilai level 0 untuk tekanan dan 0 untuk waktu pengadukan, sehingga kondisi optimum untuk tekanan adalah 5 cm Hg dan untuk waktu pengadukan adalah 80 menit. Skor mutu rata-rata yang akan dihasilkan pada proses diatas adalah sebesar 130 gr.

            2.4.3.      Analisa Untuk Lipatan
      Penggunaan Anova menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil percobaan adalah faktor tinggi meja dan faktor tinggi tube. Untuk menentukan hasil lipatan yang optimum maka digunakan persamaan regresi:
Y = 38,8 + 3,67 T - 1,22 M - 3,37 T2 - 1,48 M2 - 8,42 T M
dimana T adalah besar nilai coding dari faktor tinggi tube dan M adalah besar nilai coding dari faktor tinggi meja. 6.2. Data Lipatan Kondisi optimum terjadi pada nilai level 1 untuk tinggi tube dan level -1 untuk faktor tinggi meja, sehingga kondisi optimum terjadi pada tinggi tube 189 mm dan tinggi meja 130 mm. Skor mutu rata-rata yang akan dihasilkan pada proses diatas adalah sebesar 47,26 dari 50 sampel yang diuji.

            2.4.4.      Grafik Hasil Percobaan Berat

 


           2.4.5.     




Grafik Hasil Percobaan Lipatan Tube







Referensi :
Anonim. 2011. Pembuatan Pasta Gigi. [Online]. Tersedia: https://chemanee90edu.wordpress.com/2011/04/24/pembuatan-pasta-gigi/. Diakses pada tanggal 3 Mei 2015 pukul 20.00 WIB.
Bedworth, D.D. and J.E. Bailey. 1987. Integrated Production Control Systems: Management, Analysys, Design. Second Edition. New York: John Wiley and Sons.
Nurhasanah, Nunung. (2005). Perencanaan Pengendalian Produksi Dan Persediaan Industri Pasta PT “Xyz”, Jakarta: Jurnal Teknik Industri. Vol. 6, No. 2:109-133

Shu, G, S., & Susanto Widjojo. 2000. Pengendalian Kualitas Pada Produksi Pasta Gigi. Surabaya: Jurnal Teknik Mesin. Vol. 2, No. 2: 163-169