Rabu, 18 Maret 2015

Ilmu Pengetahuan

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Kehidupan manusia tak bias terlepas dari sebuah teka-teki dan msiteri yang membuat pertanyaan timbul dalam benak manusia. Mereka pun senantiasa mencoba untuk menemukan jawaban atas apa yang menjadi misteri dalam benak mereka. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk mencari kebenaran suatu hal yang mereka anggap terdapat keraguan adalah sebuah pembelajaran atau pengetahuan yang menjadi dasar dari sebuah ilmu.


Ilmu dan pengetahuan adalah dua hal yang berbeda. Ilmu merupakan kumpulan proses kegiatan terhadap suatu kondisi dengan menggunakan berbagai cara, alat, prosedur dan metode ilmiah lainnya guna menghasilkan pengetahuan ilmiah yang analisis, objektif, empiris, sistematis dan verifikatif. Sedangkan pengetahuan (knowledge ) merupakan kumpulan fakta yang meliputi bahan dasar dari suatu ilmu, sehingga pengetahuan belum bisa disebut sebagai ilmu, tetapi ilmu pasti merupakan pengetahuan.

Seiring berjlannya waktu perkembangan ilmu pengetahuan semakin berkembang dari zaman ke zaman. Terlebih lagi di zaman sekarang perkembangan ilmu pengetahuan sangat cepat sekali. Berbagai jenis dan bidang lmu bermunculan yang menambah bukti bahwa perkembangan ilmu pengetahuaan semakin pesat. Teknologi-teknologi canggih hadir menghiasi kehidupan manusia yang merupakan aplikasi dari perkembangan ilmu pengetahuan.

Disamping kita bisa menikmati perkembangan teknologi, banyak dari kita termasuk saya yang mungkin kurang mengetahui bagaimana sejarah atau perkembangan ilmu pengetahuan hingga menjadi seperti saat ini. Serta berbagai pengetahuan mengenai ilmu itu sendiri mulai dari pembagian ilmu, dan karakteristik dari masing-masing jenis ilmu. Oleh karena itu saya menulis makalah ini dengan tujuan untuk berbagi pengetahuan mengenai sejarah ilmu pengetahuan, pembagian ilmu, serta karakteristik berbagai jenis ilmu.


1.2. Rumusan Masalah
1.         Bagaimanakah sejarah perkembangan ilmu pengetahuan?
2.         Apa sajakan jenis-jenis ilmu?
3.         Bagaimanakan karakteristik jenis-jenis ilmu?

1.3.   Tujuan Penulisan
1.         Mengetahui sejarah perkembangan ilmu pengetahuan;
2.         Mengetahui jenis-jenis ilmu
3.         Mengetahui karakteristik setiap ilmu.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah perkembangan Ilmu Pengetahuan

Kata ilmu dalam bahasa Arab  yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan sebagainya. Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.

Kebudayaan manusia ditandai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi secara cepat yang merupakan akibat peran serta pengaruh dari pemikiran filsafat Barat. Pada awal perkembangannya, yakni zaman Yunani Kuno, filsafat diidentikkan dengan ilmu pengetahuan. Maksudnya adalah antara pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan tidak dipisah, sehingga semua pemikiran manusia yang muncul pada zaman itu disebut filsafat. Pada abad Pertengahan, filsafat menjadi identik dengan agama, sehingga pemikiran filsafat pada zaman itu menjadi satu dengan dogma gereja. Pada abad ke-15 muncullah Renaissans kemudian disusul oleh Aufklaerung pada abad ke-18 yang membawa perubahan pandangan terhadap filsafat. Pada masa ini filsafat memisahkan diri dari agama, sehingga membuat orang berani mengeluarkan pendapat mereka tanpa takut akan dikenai hukuman oleh pihak gereja. Filsafat zaman modern tetap sekuler seperti zaman Renaissans, yang membedakan adalah pada zaman ini ilmu pengetahuan berpisah dari filsafat dan mulai berkembang menjadi beberapa cabang yang terjadi dengan cepat. Bahkan pada abad ke-20, ilmu pengetahuan, mulai berkembang menjadi berbagai spesialisasi dan sub-spesialisasi.
Ilmu pengetahuan pada awalnya merupakan sebuah sistem yang dikembangkan untuk mengetahui keadaan lingkungan disekitanya. Selain itu, ilmu pengetahuan juga diciptakan untuk dapat membantu kehidupan manusia menjadi lebih mudah. Pada abad ke-20 dan menjelang abad ke-21, ilmu telah menjadi sesuatu yang substantif yang menguasai kehidupan manusia. Namun, tak hanya itu, ilmu pengetahuan yang sudah berkembang sedemikian pesat juga telah menimbulkan berbagai krisis kemanusiaan dalam kehidupan. Hal ini didorong oleh kecenderungan pemecahan masalah kemanusiaan yang lebih banyak bersifsat sektoral. Salah satu upaya untuk menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan yang semakin kompleks tersebut ialah dengan mempelajari perkembangan pemikiran filsafat.
Perkembangan filsafat Barat dibagi menjadi beberapa periodesasi yang didasarkan atas ciri yang dominan pada zaman tersebut. Periode-periode tersebut adalah :

1.   Zaman Yunani Kuno (Abad 6SM-6M)
Ciri pemikirannya adalah kosmosentris, yakni mempertanyakan asal usul alam semesta dan jagad raya sebagai salah satu upaya untuk menemukan asal mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya gejala. Dan beberapa tokoh filosof pada zaman ini menyatakan pendapatnya tentang arche, antara lain :
·       Thales (640- 550 SM)                                :  arche berupa air
·       Anaximander (611-545 SM)                     :  arche berupa apeiron (sesuatu yang tidak terbatas)
·       Anaximenes (588-524 SM)                       :  arche berupa udara
·       Phytagoras (580-500 SM)                         :  arche dapat diterangkan atas dasar bilangan-bilangan.

Selain keempat tokoh di atas ada dua filosof, yakni Herakleitos (540-475 SM) dan Parmindes (540-475 SM) yang mempertanyakan apakah realitas itu berubah, bukan menjadi sesuatu yang tetap. Pemikir Yunani lain yang merupakan salah satu yang berperan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan adalah Demokritos (460-370 SM) yang menegaskan bahwa realitas terdiri dari banyak unsur yang disebut dengan atom (atomos, dari a-tidak, dan tomos-terbagi). Selain itu, filosof yang sering dibicarakan adalah Socrates (470-399 SM) yang langsung menggunakan metode filsafat langsung dalam kehidupan sehari-hari yang dikenal dengan dialektika (dialegesthai) yang artinya bercakap-cakap.  Hal ini pula yang diteruskan oleh Plato (428-348 SM). Dan pemikiran filsafat masa ini mencapai puncaknya pada seorang Aristoteles (384-322 SM) yang mengatakan bahwa tugas utama ilmu pengetahuan adalah mencari penyebab-penyebab obyek yang diselidiki. Ia pun berpendapat bahwa tiap kejadian harus mempunyai empat sebab, antara lain penyebab material, penyebab formal, penyebab efisien dan penyebab final.

2.   Zaman Pertengahan (6-16M)
Ciri pemikiran pada zaman ini ialah teosentris yang menggunakan pemikiran filsafat untuk memperkuat dogma agama Kristiani. Pada zaman ini pemikiran Eropa terkendala oleh keharusan kesesuaian dengan ajaran agama. Filsafat Agustinus (354-430) yang dipengaruhi oleh pemikiran Plato, merupakan sebuah pemikiran filsafat yang membahas mengenai keadaan ikut ambil bagian, yakni suatu pemikiran bahwa pengetahuan tentang ciptaan merupakan keadaan yang menjadi bagian dari idea-idea Tuhan. Sedangkan Thomas Aquinas (1125-1274) yang mengikuti pemikiran filsafat Aristoteles, menganut teori penciptaan dimana Tuhan menghasilkan ciptaan dari ketiadaan. Selain itu, mencipta juga berarti terus menerus menghasilkan serta memelihara ciptaan.

3.   Zaman Renaissans (14-16M)
Merupakan suatu zaman yang menaruh perhatian dalam bidang seni, filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Zaman ini juga dikenal dengan era kembalinya kebebasan manusia dalam berpikir. Tokoh filosof zaman ini diantaranya adalah Nicolaus Copernicus (1473-1543) yang mengemukakan teori heliosentrisme, yang mana matahari merupakan pusat jagad raya. Dan Francis Bacon (1561-1626) yang menjadi perintis filsafat ilmu pengetahuan dengan ungkapannya yang terkenal “knowledge is power

4.   Zaman Modern (17-19M)
Filsafat zaman ini bercorak antroposentris, yang menjadikan manusia sebagai pusat perhatian penyelidikan filsafati. Selain itu, yang menjadi topik utama ialah persoalan epistemologi.
a.   Rasionalisme
Aliran ini berpendapat bahwa akal merupakan sumber pengetahuan yang memadai dan dapat dipercaya. Pengalaman hanya dipakai untuk menguatkan kebenaran pengetahuan yang telah diperoleh melalui akal. Salah satu tokohnya adalah Rene Descartes (1598-1650) yang juga merupakan pendiri filsafat modern yang dikenal dengan pernyataannya Cogito Ergo Sum (aku berpikir, maka aku ada). Metode yang digunakan Descrates disebut dengan a priori yang secara harfiah berarti berdasarkan atas adanya hal-hal yang mendahului. Maksudnya adalah dengan menggunakan metode ini manusia seakan-akan sudah mengetahui dengan pasti segala gejala yang terjadi.

b.   Empirisisme
Menyatakan bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah pengalaman, baik lahir maupun batin. Akal hanya berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan mengolah data yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang digunakan adalah a posteriori atau metode yang berdasarkan atas hal-hal yang terjadi pada kemudian. Dipelopori oleh Francis Bacon yang memperkenalkan metode eksperimen.

c.   Kritisisme
Sebuah teori pengetahuan yang berupaya untuk menyatukan dua pandangan yang berbeda antara Rasionalisme dan Empirisme yang dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804). Ia berpendapat bahwa pengetahuan merupakan hasil yang diperoleh dari adanya kerjasama antara dua komponen, yakni yang bersifat pengalaman inderawi dan cara mengolah kesan yang nantinya akan menimbulkan hubungan antara sebab dan akibat.

d.   Idealisme
Berawal dari penyatuan dua Idealisme yang berbeda antara Idealisme Subyektif (Fitche) dan Idealisme Obyektif (Scelling) oleh Hegel (1770-1931) menjadi filsafat idealisme yang mutlak. Hegel berpendapat bahwa pikiran merupakan esensi dari alam dan alam ialah keseluruhan jiwa yang diobyektifkan. Asas idealisme adalah keyakinan terhadap arti dan pemikiran dalam struktur dunia yang merupakan intuisi dasar.

e.   Positivisme
Didirikan oleh Auguste Comte (1798-1857) yang hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan secara positif ilmiah. Semboyannya yang sangat dikenal adalah savoir pour prevoir, yang artinya mengetahui supaya siap untuk bertindak. Maksudnya ialah manusia harus mengetahui gejala-gejala dan hubungan-hubungan antar gejala sehingga ia dapat meramalkan apa yang akan terjadi. Filsafat ini juga dikenal dengan faham empirisisme-kritis, pengamatan dengan teori berjalan beriringan. Ia membagi masyarakat menjadi atas statika sosial dan dinamika sosial.

f.   Marxisme
Pendirinya ialah Karl Marx (1818-1883) yang aliran filsafatnya merupakan perpaduan antara metode dialektika Hegel dan materialisme Feuerbach. Marx mengajarkan bahwa sejarah dijalankan oleh suatu logika tersendiri, dan motor sejarah terdiri hukum-hukum sosial ekonomis. Baginya filsafat bukan hanya tentang pengetahuan dan kehendak, melainkan tindakan, yakni melakukan sebuah perubahan, tidak hanya sekedar menafsirkan dunia. Yang perlu diubah adalah kaum protelar harus bisa mengambil alih peranan kaum borjuis dan kapitalis melalui revolusi, agar masyarakat tidak lagi tertindas.

5.   Zaman Kontemporer (Abad ke-20 dan seterusnya)
Pokok pemikirannya dikenal dengan istilah logosentris, yakni teks menjadi tema sentral diskursus para filosof. Hal ini dikarenakan ungkapan-ungkapan filsafat cenderung membingungkan dan sulit untuk dimengerti. Padahal tugas filsafat bukanlah hanya sekedar membuat pernyataan tentang suatu hal, namun juga memecahkan masalah yang timbul akibat ketidakpahaman terhadap bahasa logika, dan memberikan penjelasan yang logis atas pemikiran-pemikiran yang diungkapkan.
Pada zaman ini muncul berbagai aliran filsafat dan kebanyakan dari aliran-aliran tersebut merupakan kelanjutan dari aliran-aliran filsafat yang pernah berkembang pada zaman sebelumnya, seperti Neo-Thomisme, Neo-Marxisme, Neo-Positivisme dan sebagainya.

2.2. Pembagian Ilmu
Ilmu dibagi menjadi 3 bidang utama, yaitu Ilmu alam, Ilmu sosial, dan Ilmu budaya (humaniora).

1.   Ilmu Alam
Ilmu alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun. Sains (science) diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and process, inseparably Joint" (Agus. S. 2003: 11) Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi, artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.

Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & nonmanusia tentang bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi, dan seni. Matematika tidak dianggap sebagai ilmu alam, akan tetapi digunakan sebagai penyedia alat/perangkat dan kerangka kerja yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam. Istilah ilmu alam juga digunakan untuk mengenali "ilmu" sebagai disiplin yang mengikuti metode ilmiah, berbeda dengan filsafat alam. Di sekolah, ilmu alam dipelajari secara umum di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (biasa disingkat IPA). Tingkat kepastian ilmu alam relatif tinggi mengingat obyeknya yang kongkrit, karena hal ini ilmu alam lazim juga disebut ilmu pasti. Di samping penggunaan secara tradisional di atas, saat ini istilah "ilmu alam" kadang digunakan mendekati arti yang lebih cocok dalam pengertian sehari-hari. Dari sudut ini, "ilmu alam" dapat menjadi arti alternatif bagi biologi, terlibat dalam proses-proses biologis, dan dibedakan dari ilmu fisik(terkait dengan hukum-hukum fisika dan kimia yang mendasari alam semesta. Cabang-cabang utama dari ilmu alam adalah Astronomi, Biologi, Ekologi, Fisika, Geologi, Geografi fisik berbasis ilmu, Ilmu bumi, dan Kimia.

2.                  Ilmu Sosial
Ilmu sosial (Inggris:social science) atau ilmu pengetahuan sosial (Inggris:social studies) adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusiadan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan humaniora karena menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitatif dan kualitatif. Istilah ini juga termasuk menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan meliputi perilaku dan interaksi manusia pada masa kini dan masa lalu.

Berbeda dengan ilmu sosial secara umum, IPS tidak memusatkan diri pada satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat. Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila dibanding dengan ilmu alam. Namun sekarang, beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak menggunakan metoda kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial dan lingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek dalam metodologi ilmu social.

Cabang-cabang utama dari ilmu sosial adalah Antropologi, yang mempelajari manusia pada umumnya, dan khususnya antropologi budaya, yang mempelajari segi kebudayaan masyarakat. Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan dalam masyarakat. Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi. Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah dilembagakan. Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan sosial dari bahasa. Pendidikan, yang mempelajari masalah yang berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral. Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia (termasuk negara). Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. Sejarah, yang mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia. Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar manusia di dalamnya.

3.       Ilmu Budaya (Humaniora)
Humaniora, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Balai Pustaka: 1988), adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang dianggap bertujuan membuat manusia lebih manusiawi, dalam arti membuat manusia lebih berbudaya. Sedangkan menurut kamus Merriam-Webster, humaniora yang dalam bahasa Inggris disebut humanities adalah cabang kajian (sebagaimana filsafat, seni, dan bahasa) yang menyelidiki konsep-konsep dan persoalan-persoalan manusia yang berbeda dengan proses-proses alami (seperti fisika atau kimia) dan hubungan-hubungan sosial (seperti dalam antropologi atau ekonomi).

Dari pengertian-pengertian di atas, kita bisa menyimpulkan setidaknya dua hal. Yang pertama, humaniora adalah ilmu yang mengkaji hakikat manusia beserta persoalan-persoalan manusiawi mereka dengan tujuan untuk meraih kualitas kehidupan yang lebih baik. Karena humaniora mempelajari tentang manusia, oleh karena itu, objek material ilmu ini sebenarnya adalah manusia itu sendiri. Yang kedua, humaniora terdiri dari cabang-cabang ilmu lain, diantaranya bahasa, sastra, filsafat, sejarah, dan seni. Ilmu-ilmu ini pada dasarnya sama-sama mengkaji tentang manusia, namun dengan cara yang berbeda-beda. Sebagai contoh, bahasa mengkaji manusia melalui perilaku komunikasi verbal yang dilakukannya. Sastra mengkaji manusia melalui karyanya yang berupa tulisan-tulisan bernilai tinggi yang mencerminkan kedalaman berfikir dan olah rasa. Filsafat mengkaji manusia melalui pemikiran-pemikiran bijaksananya yang selalu ingin menemukan hakikat kebenaran dan eksistensinya. Sedangkan seni mengkaji manusia dengan melihat karya-karyanya yang artistik dan bernilai estetika tinggi yang merupakan perwujudan dari implementasi yang mendalam terhadap potensi kemanusiaan yang berupa cipta, rasa, karya, dan karsa.

Humaniora merupakan rumpun keilmuan yang memiliki karakteristik yang khas. Jerome Kagan memformulasikan karakteristik humaniora sebagai sebuah kajian yang tertarik memahami reaksi manusia pada kejadian-kejadian yang dialami dan makna-makna yang disematkannya pada pengalaman-pengalaman yang dialaminya sebagai sebuah fungsi dari budaya, era historis, dan sejarah hidup. Kategori yang tergolong dalam ilmu humaniora antara lain, Teologi, Filsafat, Hukum, Sejarah, Filologi, Bahasa, Budaya dan Linguistik (Kajian bahasa), Kesusastraan, Kesenian dan  Psikologi.


2.3. Karakteristik Ilmu
Menurut Randall dan Buchker (1942) mengemukakan beberapa ciri umum ilmu diantaranya :
A.       Hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama.
B.        Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan karena yang menyelidiki adalah manusia.
C.        Ilmu bersifat obyektif, artinya prosedur kerja atau cara penggunaan metode ilmu tidak tergantung kepada yang menggunakan, tidak tergantung pada pemahaman secara pribadi.

Menurut Ernest van den Haag (Harsojo, 1977), mengemukakan ciri-ciri ilmu, yaitu :
1.       Bersifat rasional, karena hasil dari proses berpikir dengan menggunakan akal (rasio).
2.       Bersifat empiris, karena ilmu diperoleh dari dan sekitar pengalaman oleh panca indera.
3.      Bersifat umum, hasil ilmu dapat dipergunakan oleh manusia tanpa terkecuali.
4.       Bersifat akumulatif, hasil ilmu dapat dipergunakan untuk dijadikan objek penelitian selanjutnya.

Selain ciri-ciri diatas ilmu pun memiliki cirri-ciri umum sebagai berikut:
1. Berdiri secara satu kesatuan
2. Tersusun secara sistematis
3. Ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan disertai sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan data)
4. Mendapat legalitas bahwa ilmu tersebut hasil pengkajian atau riset
5. Communicable, ilmu dapat di transfer kepada orang lain sehingga dapat di menerti dan dipahami maknannya
6. Universal, ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat berlaku dimana saja dan kapan saja diseluruh alam semesta ini. Berkembang, ilmu sebaiknya dapat mendorong pengetahuan-pengetahuan dan penemuan-penemuan baru, sehingga manusia mampu menciptakan pemikiran-pemikiran yang lebih berkembang dari sebelumnya


BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Perkembangan ilmu pengetahuan berawal dari zaman Yunani kuno yang memiliki cirri kosmosentris. Dilanjutkan dengan zaman pertengahan yang ditandai dengan pemikiran teosentris. Setelah zaman pertengahan ilmu pengetahuan berkembang menuju zaman renaissans dengan pemikiran yang heliosentris. Kemudian berkembang menjadi zaman modern yang cirri pemikiran antrophosentris. Dan diakhiri dengan zaman kontemporer dengan ciri pemikiran yang logosentris.
Ilmu memiliki beberapa karakteristik, yaitu bersifat akumulatif, tidak bersifat absolute, objektif, rasional, sistematis, empiris, universal, memiliki dasar kebenaran atau fakta, dan bersifat communicable.



Daftar Isi

http://edu.dzihni.com/2012/06/karakteristik-ilmu.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar