BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Kehidupan manusia
tak bias terlepas dari sebuah teka-teki dan msiteri yang membuat pertanyaan
timbul dalam benak manusia. Mereka pun senantiasa mencoba untuk menemukan
jawaban atas apa yang menjadi misteri dalam benak mereka. Setiap kegiatan yang
dilakukan oleh manusia untuk mencari kebenaran suatu hal yang mereka anggap
terdapat keraguan adalah sebuah pembelajaran atau pengetahuan yang menjadi
dasar dari sebuah ilmu.
Ilmu dan
pengetahuan adalah dua hal yang berbeda. Ilmu merupakan kumpulan proses
kegiatan terhadap suatu kondisi dengan menggunakan berbagai cara, alat,
prosedur dan metode ilmiah lainnya guna menghasilkan pengetahuan ilmiah yang
analisis, objektif, empiris, sistematis dan verifikatif. Sedangkan pengetahuan
(knowledge ) merupakan kumpulan fakta yang meliputi bahan dasar dari suatu
ilmu, sehingga pengetahuan belum bisa disebut sebagai ilmu, tetapi ilmu pasti
merupakan pengetahuan.
Seiring
berjlannya waktu perkembangan ilmu pengetahuan semakin berkembang dari zaman ke
zaman. Terlebih lagi di zaman sekarang perkembangan ilmu pengetahuan sangat
cepat sekali. Berbagai jenis dan bidang lmu bermunculan yang menambah bukti
bahwa perkembangan ilmu pengetahuaan semakin pesat. Teknologi-teknologi canggih
hadir menghiasi kehidupan manusia yang merupakan aplikasi dari perkembangan
ilmu pengetahuan.
Disamping
kita bisa menikmati perkembangan teknologi, banyak dari kita termasuk saya yang
mungkin kurang mengetahui bagaimana sejarah atau perkembangan ilmu pengetahuan
hingga menjadi seperti saat ini. Serta berbagai pengetahuan mengenai ilmu itu
sendiri mulai dari pembagian ilmu, dan karakteristik dari masing-masing jenis
ilmu. Oleh karena itu saya menulis makalah ini dengan tujuan untuk berbagi
pengetahuan mengenai sejarah ilmu pengetahuan, pembagian ilmu, serta karakteristik
berbagai jenis ilmu.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan?
2.
Apa sajakan jenis-jenis ilmu?
3.
Bagaimanakan karakteristik jenis-jenis
ilmu?
1.3.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan;
2.
Mengetahui jenis-jenis ilmu
3.
Mengetahui karakteristik setiap ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah
perkembangan Ilmu Pengetahuan
Kata ilmu dalam
bahasa Arab yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam
kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu
pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial,
dan sebagainya. Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha
sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari
berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar
dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi
merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati
dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang
diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Kebudayaan manusia ditandai dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi secara cepat yang merupakan akibat
peran serta pengaruh dari pemikiran filsafat Barat. Pada awal perkembangannya,
yakni zaman Yunani Kuno, filsafat diidentikkan dengan ilmu pengetahuan.
Maksudnya adalah antara pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan tidak dipisah,
sehingga semua pemikiran manusia yang muncul pada zaman itu disebut filsafat.
Pada abad Pertengahan, filsafat menjadi identik dengan agama, sehingga
pemikiran filsafat pada zaman itu menjadi satu dengan dogma gereja. Pada abad
ke-15 muncullah Renaissans kemudian disusul oleh Aufklaerung pada abad ke-18
yang membawa perubahan pandangan terhadap filsafat. Pada masa ini filsafat
memisahkan diri dari agama, sehingga membuat orang berani mengeluarkan pendapat
mereka tanpa takut akan dikenai hukuman oleh pihak gereja. Filsafat zaman
modern tetap sekuler seperti zaman Renaissans, yang membedakan adalah pada
zaman ini ilmu pengetahuan berpisah dari filsafat dan mulai berkembang menjadi
beberapa cabang yang terjadi dengan cepat. Bahkan pada abad ke-20, ilmu
pengetahuan, mulai berkembang menjadi berbagai spesialisasi dan sub-spesialisasi.
Ilmu pengetahuan pada awalnya
merupakan sebuah sistem yang dikembangkan untuk mengetahui keadaan lingkungan
disekitanya. Selain itu, ilmu pengetahuan juga diciptakan untuk dapat membantu
kehidupan manusia menjadi lebih mudah. Pada abad ke-20 dan menjelang abad
ke-21, ilmu telah menjadi sesuatu yang substantif yang menguasai kehidupan
manusia. Namun, tak hanya itu, ilmu pengetahuan yang sudah berkembang
sedemikian pesat juga telah menimbulkan berbagai krisis kemanusiaan dalam
kehidupan. Hal ini didorong oleh kecenderungan pemecahan masalah kemanusiaan
yang lebih banyak bersifsat sektoral. Salah satu upaya untuk menyelesaikan
masalah-masalah kemanusiaan yang semakin kompleks tersebut ialah dengan
mempelajari perkembangan pemikiran filsafat.
Perkembangan
filsafat Barat dibagi menjadi beberapa periodesasi yang didasarkan atas ciri
yang dominan pada zaman tersebut. Periode-periode tersebut adalah :
1. Zaman Yunani
Kuno (Abad 6SM-6M)
Ciri pemikirannya adalah kosmosentris, yakni mempertanyakan
asal usul alam semesta dan jagad raya sebagai salah satu upaya untuk menemukan
asal mula (arche) yang
merupakan unsur awal terjadinya gejala. Dan beberapa tokoh filosof pada zaman
ini menyatakan pendapatnya tentang arche,
antara lain :
·
Thales (640- 550
SM) : arche berupa air
·
Anaximander (611-545 SM) : arche berupa apeiron (sesuatu yang tidak
terbatas)
·
Anaximenes (588-524 SM) : arche berupa udara
·
Phytagoras (580-500 SM) : arche dapat diterangkan atas dasar
bilangan-bilangan.
Selain keempat tokoh di atas ada dua filosof, yakni
Herakleitos (540-475 SM) dan Parmindes (540-475 SM) yang mempertanyakan apakah
realitas itu berubah, bukan menjadi sesuatu yang tetap. Pemikir Yunani lain
yang merupakan salah satu yang berperan penting dalam pengembangan ilmu
pengetahuan adalah Demokritos (460-370 SM) yang menegaskan bahwa realitas
terdiri dari banyak unsur yang disebut dengan atom (atomos, dari a-tidak,
dan tomos-terbagi).
Selain itu, filosof yang sering dibicarakan adalah Socrates (470-399 SM) yang
langsung menggunakan metode filsafat langsung dalam kehidupan sehari-hari yang
dikenal dengan dialektika (dialegesthai)
yang artinya bercakap-cakap. Hal ini pula yang diteruskan oleh Plato
(428-348 SM). Dan pemikiran filsafat masa ini mencapai puncaknya pada seorang
Aristoteles (384-322 SM) yang mengatakan bahwa tugas utama ilmu pengetahuan
adalah mencari penyebab-penyebab obyek yang diselidiki. Ia pun berpendapat
bahwa tiap kejadian harus mempunyai empat sebab, antara lain penyebab material,
penyebab formal, penyebab efisien dan penyebab final.
2. Zaman
Pertengahan (6-16M)
Ciri
pemikiran pada zaman ini ialah teosentris yang menggunakan pemikiran filsafat
untuk memperkuat dogma agama Kristiani. Pada zaman ini pemikiran Eropa
terkendala oleh keharusan kesesuaian dengan ajaran agama. Filsafat Agustinus
(354-430) yang dipengaruhi oleh pemikiran Plato, merupakan sebuah pemikiran
filsafat yang membahas mengenai keadaan ikut ambil bagian, yakni suatu
pemikiran bahwa pengetahuan tentang ciptaan merupakan keadaan yang menjadi
bagian dari idea-idea Tuhan. Sedangkan Thomas Aquinas (1125-1274) yang
mengikuti pemikiran filsafat Aristoteles, menganut teori penciptaan dimana
Tuhan menghasilkan ciptaan dari ketiadaan. Selain itu, mencipta juga berarti
terus menerus menghasilkan serta memelihara ciptaan.
3. Zaman Renaissans
(14-16M)
Merupakan suatu zaman yang menaruh perhatian dalam bidang
seni, filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Zaman ini juga dikenal dengan
era kembalinya kebebasan manusia dalam berpikir. Tokoh filosof zaman ini
diantaranya adalah Nicolaus Copernicus (1473-1543) yang mengemukakan teori
heliosentrisme, yang mana matahari merupakan pusat jagad raya. Dan Francis
Bacon (1561-1626) yang menjadi perintis filsafat ilmu pengetahuan dengan
ungkapannya yang terkenal “knowledge is
power”
4. Zaman Modern
(17-19M)
Filsafat
zaman ini bercorak antroposentris, yang menjadikan manusia sebagai pusat
perhatian penyelidikan filsafati. Selain itu, yang menjadi topik utama ialah
persoalan epistemologi.
a. Rasionalisme
Aliran ini berpendapat bahwa akal merupakan sumber
pengetahuan yang memadai dan dapat dipercaya. Pengalaman hanya dipakai untuk
menguatkan kebenaran pengetahuan yang telah diperoleh melalui akal. Salah satu
tokohnya adalah Rene Descartes (1598-1650) yang juga merupakan pendiri filsafat
modern yang dikenal dengan pernyataannya Cogito Ergo Sum (aku berpikir, maka aku ada). Metode
yang digunakan Descrates disebut dengan a priori yang secara harfiah berarti berdasarkan atas
adanya hal-hal yang mendahului. Maksudnya adalah dengan menggunakan metode ini
manusia seakan-akan sudah mengetahui dengan pasti segala gejala yang terjadi.
b. Empirisisme
Menyatakan bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah pengalaman,
baik lahir maupun batin. Akal hanya berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan
mengolah data yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang digunakan
adalah a posteriori atau
metode yang berdasarkan atas hal-hal yang terjadi pada kemudian. Dipelopori
oleh Francis Bacon yang memperkenalkan metode eksperimen.
c. Kritisisme
Sebuah
teori pengetahuan yang berupaya untuk menyatukan dua pandangan yang berbeda
antara Rasionalisme dan Empirisme yang dipelopori oleh Immanuel Kant
(1724-1804). Ia berpendapat bahwa pengetahuan merupakan hasil yang diperoleh
dari adanya kerjasama antara dua komponen, yakni yang bersifat pengalaman
inderawi dan cara mengolah kesan yang nantinya akan menimbulkan hubungan antara
sebab dan akibat.
d. Idealisme
Berawal
dari penyatuan dua Idealisme yang berbeda antara Idealisme Subyektif (Fitche) dan
Idealisme Obyektif (Scelling) oleh Hegel (1770-1931) menjadi filsafat idealisme
yang mutlak. Hegel berpendapat bahwa pikiran merupakan esensi dari alam dan
alam ialah keseluruhan jiwa yang diobyektifkan. Asas idealisme adalah keyakinan
terhadap arti dan pemikiran dalam struktur dunia yang merupakan intuisi dasar.
e. Positivisme
Didirikan oleh Auguste Comte (1798-1857) yang hanya menerima
fakta-fakta yang ditemukan secara positif ilmiah. Semboyannya yang sangat
dikenal adalah savoir pour prevoir,
yang artinya mengetahui supaya siap untuk bertindak. Maksudnya ialah manusia
harus mengetahui gejala-gejala dan hubungan-hubungan antar gejala sehingga ia
dapat meramalkan apa yang akan terjadi. Filsafat ini juga dikenal dengan faham
empirisisme-kritis, pengamatan dengan teori berjalan beriringan. Ia membagi
masyarakat menjadi atas statika sosial dan dinamika sosial.
f. Marxisme
Pendirinya
ialah Karl Marx (1818-1883) yang aliran filsafatnya merupakan perpaduan antara
metode dialektika Hegel dan materialisme Feuerbach. Marx mengajarkan bahwa
sejarah dijalankan oleh suatu logika tersendiri, dan motor sejarah terdiri
hukum-hukum sosial ekonomis. Baginya filsafat bukan hanya tentang pengetahuan
dan kehendak, melainkan tindakan, yakni melakukan sebuah perubahan, tidak hanya
sekedar menafsirkan dunia. Yang perlu diubah adalah kaum protelar harus bisa
mengambil alih peranan kaum borjuis dan kapitalis melalui revolusi, agar
masyarakat tidak lagi tertindas.
5. Zaman
Kontemporer (Abad ke-20 dan seterusnya)
Pokok
pemikirannya dikenal dengan istilah logosentris, yakni teks menjadi tema
sentral diskursus para filosof. Hal ini dikarenakan ungkapan-ungkapan filsafat
cenderung membingungkan dan sulit untuk dimengerti. Padahal tugas filsafat
bukanlah hanya sekedar membuat pernyataan tentang suatu hal, namun juga
memecahkan masalah yang timbul akibat ketidakpahaman terhadap bahasa logika,
dan memberikan penjelasan yang logis atas pemikiran-pemikiran yang diungkapkan.
Pada
zaman ini muncul berbagai aliran filsafat dan kebanyakan dari aliran-aliran
tersebut merupakan kelanjutan dari aliran-aliran filsafat yang pernah
berkembang pada zaman sebelumnya, seperti Neo-Thomisme, Neo-Marxisme,
Neo-Positivisme dan sebagainya.
2.2. Pembagian Ilmu
Ilmu
dibagi menjadi 3 bidang utama, yaitu Ilmu alam, Ilmu sosial, dan Ilmu budaya
(humaniora).
1. Ilmu Alam
Ilmu alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada
rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan
hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun. Sains (science)
diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah
pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan
pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah
kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan
pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan.
"Real Science is both product and process, inseparably Joint" (Agus.
S. 2003: 11) Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para
ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang
gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan
hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya
menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains
ialah kuantifikasi, artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.
Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & nonmanusia
tentang bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan
bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu
sosial, humaniora, teologi, dan seni. Matematika tidak
dianggap sebagai ilmu alam, akan tetapi digunakan sebagai penyedia
alat/perangkat dan kerangka kerja yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam. Istilah
ilmu alam juga digunakan untuk mengenali "ilmu" sebagai disiplin yang
mengikuti metode ilmiah, berbeda dengan filsafat alam. Di sekolah,
ilmu alam dipelajari secara umum di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam (biasa disingkat IPA). Tingkat kepastian ilmu alam relatif tinggi
mengingat obyeknya yang kongkrit, karena hal ini ilmu alam lazim juga
disebut ilmu pasti. Di samping penggunaan secara tradisional di atas, saat
ini istilah "ilmu alam" kadang digunakan mendekati arti yang lebih
cocok dalam pengertian sehari-hari. Dari sudut ini, "ilmu alam" dapat
menjadi arti alternatif bagi biologi, terlibat dalam proses-proses
biologis, dan dibedakan dari ilmu fisik(terkait dengan hukum-hukum fisika
dan kimia yang mendasari alam semesta. Cabang-cabang utama dari ilmu
alam adalah Astronomi, Biologi, Ekologi, Fisika, Geologi,
Geografi fisik berbasis ilmu, Ilmu bumi, dan Kimia.
2.
Ilmu Sosial
Ilmu sosial (Inggris:social science) atau ilmu
pengetahuan sosial (Inggris:social studies) adalah sekelompok disiplin
akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusiadan
lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda
dengan seni dan humaniora karena menekankan
penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda
kuantitatif dan kualitatif. Istilah ini juga termasuk menggambarkan penelitian
dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan meliputi perilaku dan
interaksi manusia pada masa kini dan masa lalu.
Berbeda dengan ilmu sosial secara umum, IPS tidak memusatkan
diri pada satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas
terhadap masyarakat. Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat
secara subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya
dianggap kurang ilmiah bila dibanding dengan ilmu alam. Namun sekarang,
beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak menggunakan metoda kuantitatif.
Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-disiplin dalam penelitian
sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial dan lingkungan yang
mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa
aspek dalam metodologi ilmu social.
Cabang-cabang utama dari ilmu sosial adalah Antropologi, yang
mempelajari manusia pada umumnya, dan khususnya antropologi budaya, yang
mempelajari segi kebudayaan masyarakat. Ekonomi, yang mempelajari
produksi dan pembagian kekayaan dalam masyarakat. Geografi, yang mempelajari
lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan
bumi. Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah dilembagakan. Linguistik,
yang mempelajari aspek kognitif dan sosial dari bahasa. Pendidikan, yang
mempelajari masalah yang berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan
karakter dan moral. Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia
(termasuk negara). Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. Sejarah,
yang mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia. Sosiologi,
yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar manusia di dalamnya.
3. Ilmu Budaya (Humaniora)
Humaniora, menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Balai
Pustaka: 1988), adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang dianggap bertujuan
membuat manusia lebih manusiawi, dalam arti membuat manusia lebih berbudaya. Sedangkan
menurut kamus Merriam-Webster, humaniora yang dalam bahasa Inggris
disebut humanities adalah cabang kajian (sebagaimana filsafat, seni, dan
bahasa) yang menyelidiki konsep-konsep dan persoalan-persoalan manusia yang
berbeda dengan proses-proses alami (seperti fisika atau kimia) dan
hubungan-hubungan sosial (seperti dalam antropologi atau ekonomi).
Dari pengertian-pengertian di atas, kita bisa menyimpulkan
setidaknya dua hal. Yang pertama, humaniora adalah ilmu yang mengkaji hakikat
manusia beserta persoalan-persoalan manusiawi mereka dengan tujuan untuk meraih
kualitas kehidupan yang lebih baik. Karena humaniora mempelajari tentang
manusia, oleh karena itu, objek material ilmu ini sebenarnya adalah manusia itu
sendiri. Yang kedua, humaniora terdiri dari cabang-cabang ilmu lain,
diantaranya bahasa, sastra, filsafat, sejarah, dan seni. Ilmu-ilmu ini pada
dasarnya sama-sama mengkaji tentang manusia, namun dengan cara yang
berbeda-beda. Sebagai contoh, bahasa mengkaji manusia melalui perilaku
komunikasi verbal yang dilakukannya. Sastra mengkaji manusia melalui karyanya
yang berupa tulisan-tulisan bernilai tinggi yang mencerminkan kedalaman
berfikir dan olah rasa. Filsafat mengkaji manusia melalui pemikiran-pemikiran
bijaksananya yang selalu ingin menemukan hakikat kebenaran dan eksistensinya.
Sedangkan seni mengkaji manusia dengan melihat karya-karyanya yang artistik dan
bernilai estetika tinggi yang merupakan perwujudan dari implementasi yang
mendalam terhadap potensi kemanusiaan yang berupa cipta, rasa, karya, dan
karsa.
Humaniora merupakan rumpun keilmuan yang memiliki karakteristik
yang khas. Jerome Kagan memformulasikan karakteristik humaniora sebagai sebuah
kajian yang tertarik memahami reaksi manusia pada kejadian-kejadian yang
dialami dan makna-makna yang disematkannya pada pengalaman-pengalaman yang
dialaminya sebagai sebuah fungsi dari budaya, era historis, dan sejarah hidup.
Kategori yang tergolong dalam ilmu humaniora antara lain, Teologi, Filsafat,
Hukum, Sejarah, Filologi, Bahasa, Budaya dan Linguistik (Kajian
bahasa), Kesusastraan, Kesenian dan Psikologi.
2.3. Karakteristik
Ilmu
Menurut Randall dan Buchker (1942)
mengemukakan beberapa ciri umum ilmu diantaranya :
A.
Hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama.
B.
Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi
kekeliruan karena yang menyelidiki adalah manusia.
C.
Ilmu bersifat obyektif, artinya prosedur kerja atau cara
penggunaan metode ilmu tidak tergantung kepada yang menggunakan, tidak
tergantung pada pemahaman secara pribadi.
Menurut Ernest van den Haag (Harsojo,
1977), mengemukakan ciri-ciri ilmu, yaitu :
1. Bersifat rasional, karena hasil dari proses berpikir dengan
menggunakan akal (rasio).
2. Bersifat empiris, karena ilmu diperoleh dari dan sekitar
pengalaman oleh panca indera.
3.
Bersifat umum, hasil ilmu dapat dipergunakan oleh manusia
tanpa terkecuali.
4. Bersifat akumulatif, hasil ilmu dapat dipergunakan untuk
dijadikan objek penelitian selanjutnya.
Selain
ciri-ciri diatas ilmu pun memiliki cirri-ciri umum sebagai berikut:
1. Berdiri secara satu kesatuan
2. Tersusun secara sistematis
3. Ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan disertai sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan data)
4. Mendapat legalitas bahwa ilmu tersebut hasil pengkajian atau riset
5. Communicable, ilmu dapat di transfer kepada orang lain sehingga dapat di menerti dan dipahami maknannya
6. Universal, ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat berlaku dimana saja dan kapan saja diseluruh alam semesta ini. Berkembang, ilmu sebaiknya dapat mendorong pengetahuan-pengetahuan dan penemuan-penemuan baru, sehingga manusia mampu menciptakan pemikiran-pemikiran yang lebih berkembang dari sebelumnya
1. Berdiri secara satu kesatuan
2. Tersusun secara sistematis
3. Ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan disertai sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan data)
4. Mendapat legalitas bahwa ilmu tersebut hasil pengkajian atau riset
5. Communicable, ilmu dapat di transfer kepada orang lain sehingga dapat di menerti dan dipahami maknannya
6. Universal, ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat berlaku dimana saja dan kapan saja diseluruh alam semesta ini. Berkembang, ilmu sebaiknya dapat mendorong pengetahuan-pengetahuan dan penemuan-penemuan baru, sehingga manusia mampu menciptakan pemikiran-pemikiran yang lebih berkembang dari sebelumnya
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ilmu atau ilmu
pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia. Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi
merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati
dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang
diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Perkembangan
ilmu pengetahuan berawal dari zaman Yunani kuno yang memiliki cirri
kosmosentris. Dilanjutkan dengan zaman pertengahan yang ditandai dengan pemikiran teosentris. Setelah zaman pertengahan
ilmu pengetahuan berkembang menuju zaman renaissans dengan pemikiran yang
heliosentris. Kemudian berkembang menjadi zaman modern yang cirri pemikiran
antrophosentris. Dan diakhiri dengan zaman kontemporer dengan ciri pemikiran
yang logosentris.
Ilmu
memiliki beberapa karakteristik, yaitu bersifat akumulatif, tidak bersifat
absolute, objektif, rasional, sistematis, empiris, universal, memiliki dasar
kebenaran atau fakta, dan bersifat communicable.
Daftar Isi
http://edu.dzihni.com/2012/06/karakteristik-ilmu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar