Ridho adalah seorang remaja yatim berusia 17 tahun yang telah ditinggal oleh ayahnya sejak ia duduk di sekolah dasar. Ia sekarang tinggal dengan ibunya yang sangat ia cintai. Ibunya hanyalah seorang tukang cuci dengan gaji pas-pasan yang digunakan memenuhi kehidupan mereka namun dengan profesi sang ibu yang seperti itu rasa sayangnya pada Ibunya tak pernah sedikit pun berkurang dan Ia selalu berusaha untuk tidak mengecewakan ibunya dan membuat ibunya merasa bahagia setiap saat dengan kehadirannya. Meskipun ia sering di olok-olok oleh temannya karena profesi sang Ibu Ia selalu menghiraukan perkataan perkataan orang lain dan ia anggap hanya sebagai angina leawt. Baginya Ibu adalah sosok yang terindah yang pernah ia miliki bagaikan sebuah permata yang selalu bersinar dan di cintai oleh semua orang karena keindahannya.
Ridho adalah seorang anak yang cerdas yang selalu masuk tiga besar peringkat kelas dari sejak SD. Keterbatasan materi tidak menghalanginya untuk tetap besemngat menutut Ilmu karena menurutnya ilmu adalah yang tak pernah tiada habisnya dan di dalam agamanya pun di anjurkan untuk menuntut ilmu seperti hadits yang mengatakan bahwa “Tuntutlah ilmu dari sejak buaian hingga sampai liang lahat” dan “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. Selain itu ada kata seorang motivator yang juda membuat ia selalu semangat “Kondisi sosial sebuah keluarga dapat kita putus melalui pendidikan” hadits dan perkataan itulah yang menjadikan untuk untuk selalu bersemangat dalam menuntut ilmu meskipun ia terbatas dalam materi. Ia ingin menjadi orang yang sukses agar ia bisa membuat Permata Hatinya (Ibu) semakin bersinar ketika melihat ia sukses.
Sekarang Ridho duduk di kelas dua belas yang sebentar lagi akan lulus, dan dapat melanjutan ke jenjang perkuliahan di luar daerahnya adalah hal yang sangat ia impikan. Namun yang menjadi pertimbangan lain ketika ia memutuskan untuk kuliah di daerah lain adalah dengan ia kuliah di luar maka ia harus meninggalkan ibunya sendiri di daerah tmpt tinggalnya. Ia pun menghampiri sang ibu yang baru pulang bekeja dan melepas lelah dengan duduk di kursi. Sambil memijit sang Ridho pun menanyakan hal mengganjal dalam hatinya tersebut.
“Ibu baru pulang, Ibu capek ya? Sini Ridho pijitin Ibu”.
“Tadinya Ibu capek nak tapi setelah melihat anak Ibu yang satu ini capek Ibu jadi hilang, gimana sekolahnya tadi nak?” kata sang ibu sambil tersenyum sambil mengelus kepala sang anak.
“hehe Ibu ini bisa aja, Alhamdulillah bu baik-baik saja seperti biasanya. Oh iya Bu Ridho mau bicara sesuatu sama Ibu”
“Oh Alhamdulillah klo baik-baik saja, kamu mau bicara apa nak?
Dengan perasaan yang sedikit takut karena ia takut ibunya marah tentang hal yang ingin ia bicarakan, meskipun sang ibu tak pernah memarahinya namun untuk hal yang satu ketakukan menyelimutinya “Ibu..Ridho kan sekarang sudah kelas dua belas, sebentar lagi kan lulus dan Ridho ingin…sekali melanjutkan kuliah tapi karena di daerah kita ini tidak ada universitas jadi jika Ridho kuliah berarti Ridho meninggalkan Ibu sendiri dong disini, Ridho masih ragu bu karena di satu sisi Ridho ingin sekali melanjutkan kuliah tapi di sisi lain Ridho tak ingin meninggalkan Ibu sendiri disini”.
“Oh….itu kalo ibu sih gk pernah melarang kamu nak untuk sekolah di manapun tapi yang jadi masalahnya adalah untuk masuk kuliah itu kan butuh biaya besar sedangkan kamu sendiri tau untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sehari-hari saja pas-pas gimana mau biayaain kuliah kamu nak” jawab sang ibu dengan tenang.
”Emang bener sih bu biaya adalah masalah utama yang di hadapi untukku melanjutkan kuliah, tapi Ridho sangat ingi…sekali melanjutkan kuliah”
Dengan perasaan sedih melihat keinginan sang anak yang tidak bisa Ia penuhi sang ibu pun menjawab “Iya nak, Ibu tau tapi mau gimana lagi kita kan gak punya biaya untuk kamu kuliah nak tapi jangan takut nak kalo emang rezeki kamu untuk kuliah pasti Allah akan memberikan jalannya yang kadang tak pernah kita duga, klo gitu bagaimana nanti malam kita sholat tahajud berjamaan saja nak kita minta kepada Allah, Allah kan tempat meinta yang terbaik”.
Mendengar perkataan sang bu Ridho pun seolah mendapat angina segar untuk mengejar cita-citanya “Baiklah Bu nanti mlem Ibu bangunin Ridho ya kita sholat”
Sepertiga malam seolah hadir menghampiri dan membangunkan sang Ibu. Sang Ibu pun bergegas membangunkan Ridho untuk melaksanakan sholat tahajud, dengan suara yang tenang dan sebuah wajah cantik yang di balut dengan jilbab putih yang wajahnya diselimuti dengan air wudhu membuat wajah sang ibu menjadi wanita tercantik yang pernah ia lihat bagaikan bidadari yang di sebut oleh orang-orang yang terkenal dengan kecantikannya meskipun Ridho sendiri tidak pernah tau secantik apa bidadari itu tapi baginya wajah itulah wajah tercantik yang pernah ia lihat. “Ibu..ibu sudah bangun duluan, ibu sudah nambil wudhu? Tanya Ridho dengan warna merah menyelimuti matanya.
“Iya nak, kamu ambil wudhu dulu gi sana kan mau sholat”
Ridho pun bergegas mengambil wudhu di luar rumahnya, aliran sungai yang dingin pun membasahi bagian tubuhnya. Setelah berwudhu Ridho bergegas kembali kedalam rumahny untuk melaksanakan sholat tahajud berjamaah bersama sang Ibu. Selesai sholat mengalir keluar air mata dari mata Ridho dan Ibunya, Ridho pun mengadukan sebuah harapan pada Allah dalam doanya agar Allah membukakan jalan untuknya untuk menggapai keinginannya, tak lupa juga sebuah selipan doa untuk sang ayah ia lantunkan dalam doanya aga sang Ayah selalu diberikan tempat terbaik diatas sana, sang Ibu pun mengaminnkan harapan sang anak.
Setelah sholat Ridho pun bersandar di pundak sang Ibu dan berbincang-bincang mengenai sang ayah tak lama kemudian rasa kantuk dating menghampiri Ridho. Ridho pun tertidur dengan kepala di pangkuan sang Ibu. Sang Ibu pun mencium kening anak dan menyelimuti anaknya dengan selimut. Selah itu sang Ibu melanjutkan sepertiga malamnya dengan berzikir sambil berharap dalam hatinya agar Alla memberika jalan bagai sang anak untuk mengabulkan harapan sang anak. Setelah lama berzikir rasa kantuk juga menghampiri sang Ibu dan membua sang Ibu tertidur di sebelah sang anak.
Suara ayam menandakan hari telah pagi, azan Subuh telah berkumandang dan Ridho pun melihat sang Ibu yang masih tertidur di sebelahnya dengan masih memakai pakaian sholat. Ridho pun membangunkan sang Ibu untuk melaksanakan sholat subuh.
Jam dinding menunjukan pukul 05.45 hal itu berarti waktunya bagi Ridho untuk pergi kesekolah. Ia harus pergi kesekolah pagi-Pagi. Karena rumahnya cukup jauh dari sekolahnya. Sebelum Sekolah Ridho pun memiliki kebiasaan untuk selalu mencium tangan dan kening sang untuk mendapatkan Ridho dari Bidadari hidupnya tersebut. Menurutnya dengan mencium Ibunya makan segala sesuatu yang ia lakukan akan di permudah oleh Sang Maha Kuasa seperti arti penggalan ayat Al-Quran yang mengatakan bahwa “Ridho Orang tua adalah Ridho Allah” Oleh karna itu ketika ia mendapatkan Ridho dari Ibunya maka Ia akan mendapat Ridho Allah pula sehingga apa yang Ia lakukan mendapat kemudahan dari Allah SWT.
Setelah cukup lama berjalan Ridho pun sampai di sekolahnya dan segera menuju kelasnya. Kedatangan Ridho di sekolah di sambut dengan lambaian pohon dan nyanyian bunyi. Ridho yang biasanya aktif di kelas terutama ketika sang guru menanyakan pada siswa yang bisa mengerjakan soal yang di di berikan di papan tulis pada hari itu tidak tampak keaktifannya. Hari itu Ia lebih banyak merenung berbeda dengan hari-hari biasanya
“Teng..teng” dering bel berbunyi menandakan waktu istirahat. Ridho pun keluar kelas dan dan duduk dengan di temani sebatang pohon yang di sebelahnya. Ridho masih merenungi mengenai keinginannya untuk melanjutkan kuliah setelah ia lulus SMA nanti. Di tengah renungannya sebuah tepukan di pundaknnya menyadarkan Ia dari renungannya. Ternyata Pak Munir wali kelas Ridho lah yang menyadarkan Ia dari renungannya. Pak Munir pun bertanya pada Ridho perihal perilakunya yang berbeda dari biasanya “Ridho..Bapak tadi melihat kamu di kelas nampaknya kamu tidak bersemangat seperti biasanya, apakah kamu ada masalah? Jika kamu punya masalah ceritakan saja pada Bapak siapa tau bapak bisa membantu kamu”.
“Owwh Bapak, tidak Pak saya hanya sedang memikirkan mengenai setelah lulus SMA ini. Sebentar lagi kami kan lulus SMA Pak Ridho sangat ingin sekali untuk melanjutkan kuliah namun yang menjadi masalahnya adalah kami tidak punya biaya Pak. Jangankan untuk kuliah untuk kehidupan sehari-hari juga pas-pasan” Jawab Ridho dengan rasa sedih.
“Owwh itu masalahnya, sudah kamu jangan sedih lagi snanti bapak usahain biar kamu bisa kuliah dengan program beasiswa. Kamu juga salah satu siswa yang berprestasi di sekolah ini jadi sudah sepatutnya Bapak membantu anak berprestasi seperti kamu nak”
Mendengar hal tersebut Ridho sangat senang dan berterima kasih pada wali kelasnya itu.
“Terima Kasih ya Pak, Bapak memang guru terbaik yang Ridho kenal selama ini”
“Haha tidak lah Ridho sebagai seorang guru memang sudah kewajiban Bapak membantu murid Bapak, Memangnya kamu rencananya mau masuk jurusan apa klo kuliah nanti Do?”
“Saya sih sangat ingin sekali untuk bisa kuliah di jurusan pertambangan Pak, karena saya bermimpi untuk bekerja di perusahaan besar seperti perusahaan luar negeri pak. Selain itu yang saya dengar gaji orang yang bekerja di pertambangan itu gede Pak, hehe” tersenyum lebar.
“Ridho-ridho memangnya nanti kalo kamu punya gaji gede uangnya buat apaan Do?
“Kalo saya punya uang banyak nanti yang saya ingin lakukan pertama kali adalah memberangkatkan Bidadari (Ibu) Saya pergi haji pak, setelah itu saya juga ingin membantu saudara-saudara saya yang masih jauh dari kecukupan kayak saya ini Pak karena bagi saya taka da hal yang bisa membuat saya bahagia kecuali membuat orang lain dan orang-orang lain tersenyum bahagia”.
“Sunggu mulia hati mu Do, Bapak doakan semoga apa yang kamu cita-citakan di dengar oleh Allah dan dapat terwujud Do, Amiin.
“Amiin Pak, terima kasih Pak”
Sebulan setelah pembicaraan yang dilakukan oleh Ia dengan pak Munir belum ada juga kabar mengenai beasiswa untuk kuliah yang di ajukan oleh pak Munir padahal Ujian Kelulusan tinggal 1 Minggu lagi. Hal itu pun kembali membuat hatinya gelisah. Namun, di sore harinya kegelisahan tersebut berubah menjadi sebuah kegembiraan, sepucuk surat di bungkus amplos berwarna kuning membawa sebuah kabar pembangkit semangat. Surat itu berisi bahwa sebuah Universitas yang terkenal dengan jurusan pertmbangannya memberikan beasiswa full mulai dari berangkat ke Universitas hingga selesai S1. Setelah membaca surat tersebut Ridho pun tak bisa berkata-kata dan ia segera menghampiri sang Ibu dan memeluknya dengan air mata kebahagiaan menyelimuti pipinya. Sang Ibu pun heran dengan apa yang di lakukan anaknya “Ada apa nak? Kenapa kamu menangis seperti itu, saiapa yang membuatmu menangis?
“Bukan siapa-siapa Bu ini adalah tangisan kebahagiaan, Alhamdulillah Rizqi diberika beasiswa oleh salah satu universitas yang terkenal Bu dan Ridho tak bayar sepeser pun bahkan Ridho di kasih duit bulanan Bu. Semua ini berkat Ibu yang selalu mendoakan Ridho Ibu, Terima kasih Bu” Sambil memeluk erat sang Ibu.
Mendengar hal itu sang Ibu pun tak kuasa menahan tangis kebahagiaan dan mereka pun tak henti-hentinya mengucapkan syukur pada Allah SWT yang telah mengabulkan doa mereka.
Pada saat ujian kelulusan Ridho pun menjadi siswa yang mendapatkan nilai terbesar di sekolahnya. Ia pun berterima kasih pada Pak Munir yang telah membantunya untuk menggapai cita-citanya. Ridho pun meminta pada Pak Munir dan istrinya untuk melihat-lihat ibunya sesekali ketika ia pergi nanti.
Beberapa Minggu setelah pengumuman kelulusan tibalah saat dimana Ridho harus meninggalkan Bidadari hidupnya yang sangat ia cintai. Dengan perasaan berat dan sedih ia meninggalkan Ibunya dengan melakukan kebiasaannya yatu mencium tangan dan kening sang Ibu.
Beberapa bulan berlalu di universitas Ridho tetap tidak bisa henti-hentinya mengingat Ibunya. Guna melepas kerinduannya pada sang Ibu ia mengirim surat pada, Ridho menceritakan berbagai pengalamannya ketika ia kuliah pada Ibunya. Sang Ibu pun membalas surat Ridho danmerasa senang bisa melihat Ridho bisa menjalankan kuliahnya dengan baik. Mendapat surat balasan dari Ibunya tersebut Ridho sangatlah senang karena paling tidak ia tahu bahwa sang Ibu baik-baik saja di sana.
Selama kuliah Ridho menjadi salah satu murid yang berprestasi. Ia banyak mengharumkan nama Universitasnya di kancah Nasional. Selama kuliah Ia tak pernah melupakan Sang Bidadari Dunianya (Ibunya). Setiap sebulan seklai ia selalu mengirimkan surat pada Ibunya untuk melepaskan kerinduannya yang tak pernah bisa luapkan di dunia nyata Ia hanya bisa meluapkan kerinduanya dalam secarik kertas. Namun prjuangannya tidak sia-sia Ridho lulus dengan berlabel mahaiswa dengan nilai tertinggi. Keberhasilannya di dunia perkuliahan membuat ia diperebutkan berbagai perusahaan besar. Keinginannya untuk bekerja bekerja di perusahaan besar pun tercapai dan dengan keberhasilannya tersebut Ia bisa memberangkatkan sang Bidadari ke Tanah Suci dan Ia bisa membantu saudar-saudaranya yang jauh dari kecukupan seperti apa yang ia impikan ketika Ia masih SMA dulu. Tentu semua berkat seorang bidadari yang selalu ada untuk dirinya yaitu sang Ibu. Sosok terkuat yang pernah hadir di dunia.
“Ibu adalah sosok terindah, terkuat, dan terbaik yang hadir dalam kehidupan siapapun”
“Seorang Ibu mampu menjadi sesuatu yang tidak bisa dilakukan ayah”
“Sekuat-kuatnya tulang punggung belum tentu bisa menjadi tulang rusuk, namun selemah-lemahnya tulang rusuk ia mampu menjadi tulang punggu bagi keluarganya”